Humas IAIN Parepare- Ulfa Hidayati, Ketua Program Studi Perbankan Syariah, menegaskan pentingnya pembenahan kurikulum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) untuk mengatasi Skill Mismatch pada sektor Perbankan Syariah. Hal itu ia sampaikan dalam presentasinya pada International Conference on Islamic and Business (ICoIEB) tahun 2025 di Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi, Rabu-Jumat (12-14/11/25).
Ulfa menjelaskan bahwa pertumbuhan industri keuangan syariah semestinya diimbangi dengan penyediaan SDM yang kompeten. “Perguruan tinggi adalah rahim SDM. Jika kurikulum tidak relevan, maka lulusan akan terus tertinggal dari kebutuhan industri, terutama Perbankan Syariah yang kini sangat digital,” ujarnya dalam sesi pemaparan.

Dalam penelitiannya, Ulfa menyoroti tingginya angka Skill Mismatch di Indonesia. Ia mengutip laporan ILO yang mencatat 37 persen tenaga kerja bekerja tidak sesuai keterampilannya. Sementara itu data BPS tahun 2024 juga menunjukkan 35,36 persen pemuda mengalami ketidaksesuaian pendidikan dan pekerjaan. Angka ini harus menjadi alarm bagi dunia pendidikan, termasuk PTKI.
Dari hasil penelitian yang melibatkan dosen, praktisi industri, mahasiswa, dan alumni di Sulawesi Selatan, Ulfa Hidayati menemukan data bahwa kurikulum PTKI masih dominan pada teori dan belum cukup mengasah keterampilan praktis, sehingga banyak mahasiswa dan alumni mengeluhkan minimnya pengalaman lapangan dalam dunia kerja.

Berdasarkan temuan tersebut, Ulfa merekomendasikan PTKI memperkuat kerja sama dengan industri melalui magang berbasis proyek, menghadirkan dosen tamu, sertifikasi, hingga program industrial attachment bagi dosen. “Dosen juga harus update. Mereka perlu merasakan langsung praktik industri agar pengajarannya relevan,” tegasnya.
Ia juga mengusulkan kampus membangun bank mini syariah berbasis digital sebagai ruang latihan mahasiswa. Menurutnya, pembelajaran tidak boleh lagi hanya sebatas teori. “Kampus harus menjadi laboratorium mini bank syariah. Mahasiswa perlu terbiasa dengan digital banking, CRM, dan ekosistem fintech syariah,” paparnya.
Mengakhiri paparannya, Ulfa menegaskan bahwa penguatan kurikulum harus menjadi prioritas. Jika perguruan tinggi ingin menghasilkan lulusan yang unggul, adaptif, dan kompetitif, maka kurikulum harus berubah mengikuti kebutuhan industri, bukan malah sebaliknya. (aen/mif)